Fatawa

Berkurban untuk Orang yang Sudah Meninggal

 

Di kala musim Iedul Qurban, seringkali muncul pertanyaan tentang hukum berkurban yang diniatkan untuk orang yang telah meninggal.

Sebagai jawaban pertanyaan di atas, mari kita simak salah satu fatwa Fadhilatus Syaikh al-Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin Rahimahullah berikut ini:

“Di sini, saya ingin mengingatkan tentang satu perkara yang dilakukan oleh sebagian orang awam yang berkeyakinan: “bahwa penyembelihan hewan kurban hanyalah diperuntukkan untuk orang yang telah meninggal.”

Sampai-sampai mereka dahulu, bila dikatakan kepada salah seorang dari mereka: Apakah engkau telah berkurban untuk dirimu?

Dia akan berkata : Apakah saya harus berkurban padahal saya masih hidup? Dia mengingkari perkara tersebut.

Maka sudah sepantasnya untuk diketahui, bahwa kurban hanyalah disyariatkan untuk orang yang masih hidup, ia termasuk amalan-amalan sunnah yang dikhususkan bagi orang yang masih hidup.

Oleh karena itu, tidak diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau menyembelihkan hewan kurban atas nama orang yang telah meninggal dari kerabat-kerabat beliau, atau dari istri-istri beliau dalam bentuk sembelihan yang dikhususkan secara tersendiri.

Beliau tidak menyembelihkan hewan kurban atas nama Khadijah Radhiyallahu ‘Anha -istri pertama Nabi-, dan tidak pula untuk istri beliau yang bernama Zainab bintu Khuzaimah Radhiyallahu ‘Anha yang meninggal dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menikahinya, dan tidak pula Nabi berkurban atas nama pamannya, yaitu Hamzah bin Abdul Muttalib Radhiyallahu ‘Anhu yang wafat sebagai syahid pada Perang Uhud, beliau hanya berkurban untuk dirinya dan keluarganya, dan ini mencakup untuk yang masih hidup dan yang telah meninggal.

Dan ada perbedaan antara kurban yang diniatkan secara tersendiri,  dengan kurban yang sifatnya hanya mengikuti.

Maka ia berkurban atas nama orang yang telah meninggal yang sifatnya hanya mengikuti saja, dimana seseorang berkurban untuk dirinya dan keluarganya, dan ia meniatkan kurban yang ia lakukan tersebut untuk keluarga yang masih hidup dan yang telah meninggal.

Adapun berkurban atas nama orang yang telah meninggal secara khusus maka yang demikian ini tidak ada dasar sandarannya di dalam as-Sunnah sebatas yang saya ketahui.

Adapun bila si mayyit telah berwasiat agar dilakukan kurban untuknya, maka ditunaikan demi melaksanakan wasiatnya.

Saya berharap masalah sudah bisa dipahami, yaitu bahwasanya hukum asal berkurban hanyalah untuk orang yang masih hidup, bukan untuk orang yang telah meninggal.

Namun kurban atas nama mayyit hanyalah bersifat mengikuti dan berdasarkan wasiat darinya.

Adapun (berkurban untuk mayyit) dalam bentuk sebagai hadiah/sedekah dari seseorang walaupun hal tersebut diperbolehkan, akan tetapi yang lebih afdhal adalah meninggalkannya.”

Sumber : Majmu’ Fatawa asy-Syaikh Ibni Utsaimin 25/21-23.

Demikian sekelumit fatwa beliau yang bisa kami sajikan.

Semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua, dan teriring doa dan harapan, semoga Allah memberi kemudahan atas kita semua untuk bisa melaksanakan ibadah kurban di tahun ini yang kita niatkan untuk diri kita serta keluarga kita, baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia.

Aamiin ya Rabbal Alamiin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca Juga
Close
Back to top button